Senin, 19 Oktober 2009

GAMBARAN HISTOPATOLOGIK OTAK HASIL METASTASIS KANKER PAYUDARA YANG DIINDUKSI 7,12-dimetilbenz(a)antrasen (DMBA) PADA TIKUS SD (Sprague Dawley) YANG DI

Menurut WHO, tahun 2000 diperkirakan 1,2 juta wanita terdiagnosis kanker payudara dan
lebih dari 700.000 meninggal karenanya (Lilis, 2007). Kanker payudara merupakan kanker terbanyak kedua sesudah kanker leher rahim di Indonesia (Tjindarbumi and Mangunkusumo, 2002). Metastasis kanker payudara biasanya didistribusikan dengan cepat ke tulang, limpa, paru-paru, hati, dan otak (Klein et al., 2009). Metastasis otak dari kanker sistemik diperkirakan lebih dari 100.000 pasien per tahun mati dengan penyakit intrakranial yang merupakan gejala metastasis. Kanker pada sistem saraf pusat tersebut merupakan penyebab kematian kira-kira 13.100 orang, dimana tumor
otak dapat menyebabkan gejala penyakit syaraf general (DeAngelis, 2001). Berbagai fungsi otak dapat terganggu karena adanya penyakit (Ressang, 1984).


Gejala umum tumor otak antara lain terjadi peningkatan tekanan intrakranial dan terjadi sakit kepala, kemudian penyakit tersebut sering kambuh, mual, muntah, dan sebuah kelumpuhan saraf. Frekuensi dan jangka waktu dari gejala bervariasi tergantung jenis tumor. Menurut angka kejadiannya, tumor otak masih dalam jumlah relatif kecil dibanding tumor-tumor lainnya, namun penyakit ini juga menjadi momok bagi sebagian orang, pasalnya walaupun yang menyerang adalah jenis tumor jinak, bila menyerang otak tingkat bahaya yang ditimbulkan umumnya lebih besar daripada tumor yang menyerang bagian tubuh lain (DeAngelis, 2001).

Dilaporkan bahwa kuasinoid mempunyai aktivitas biologis baik secara in vitro maupun in vivo diantaranya antitumor, antimalaria, antivirus, antiinflamasi, insektisida, amoebisida, antiulcer, aktivitas herbisidal (Guo et al, 2005) dan afrodisiak dengan dosis 800 mg/kg BB (Ang et al., 2004). Penelitian yang sudah dilakukan bahwa ekstrak etanol akar pasak bumi memiliki aktifitas antiproliferatif dengan menginduksi apoptosis pada sel MCF-7 (IC50 = 15,23 ± 0,66 g/ ml) melalui modulasi BCl-2 (Tee et al., 2004). Zat aktif 14,15-dihydroxyklaineanone (IC50 = 5 M) yang diisolasi dari daun pasak bumi (E. longifolia Jack) berkhasiat sebagai anti tumor (Jiwajinda et al.,
2002).

Ekstrak pasak bumi (E. longifolia Jack) mengandung banyak senyawa bermanfaat seperti
polifenol, kuasinoid, dan alkaloid. Senyawa polifenol bisa digunakan sebagai penangkap radikal bebas yang salah satunya adalah flavonoid (Zhai et al., 1998). Beberapa senyawa flavonoid mempunyai potensi meningkatkan enzim GST yang mendetoksifikasi karsinogen reaktif menjadi tidak aktif dan lebih polar sehingga cepat dieleminasi oleh tubuh (Ren et al, 2003). DMBA dimetabolisme oleh isoenzim CYP1A sitokrom P450 yang terdiri dari isoenzim CYP1A1 dan CYP1A2 dari karsinogen tidak aktif menjadi karsinogen reaktif kemudian proses selanjutnya diubah lagi menjadi karsinogen aktif (Miyata et al., 1999). DMBA merupakan karsinogen spesifik untuk kanker payudara (Dankedar et al., 1986) yang dapat bermetastasis ke berbagai organ salah satunya adalah otak (Klein et al., 2009).

Berdasarkan latar belakang yang sudah dikemukakan, bahwa senyawa-senyawa yang terkandung dalam pasak bumi (E. longifolia Jack) memiliki aktifitas antiproliferasi, menginduksi apoptosis, anti tumor, serta mampu memetabolisme DMBA sehingga kemungkinan dapat mencegah terbentuknya kanker payudara sehingga tidak bermetastasis ke berbagai organ terutama otak. Salah satu cara untuk mengetahui keadaan otak yaitu dengan pemeriksaan secara mikroskopis melalui gambaran histopatologik. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai gambaran histopatologik otak hasil metastasis kanker payudara yang diinduksi DMBA pada tikus galur Sprague Dawley yang diberi ekstrak etanol akar pasak bumi (E. longifolia Jack). Tujuan Penelitian
ini adalah untuk mengetahui gambaran histopatologik otak hasil metastasis kanker payudara yang diinduksi DMBA pada tikus galur Sprague Dawley yang diberi ekstrak etanol akar pasak bumi (E. longifolia Jack). Dengan mengetahui gambaran histopatologik otak hasil metastasis kanker payudara yang diinduksi DMBA pada tikus galur Sprague Dawley yang diberi ekstrak etanol akar pasak bumi (E. longifolia Jack) diharapkan dapat menambah data ilmiah dari manfaat pasak bumi (E. longifolia Jack) sebagai antikanker, sehingga untuk selanjutnya diharapkan data ini dapat
digunakan sebagai data pendukung untuk kepentingan klinis.


METODE PENELITIAN
I. Induksi karsinogenesis
Akar pasak bumi (E. longifolia Jack) diperoleh dari pasar Beringharjo pada bulan Juni
2008 dan diindentifikasi di Laboratorium Biologi Fakultas Farmasi UGM. Ekstrak etanol pasak bumi dibuat dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96%. Dari 1 kilogram serbuk pasak bumi diperoleh ekstrak kental seberat 4,67 gram.

Empat puluh dua ekor tikus betina galur Sprague Dawley yang berumur 1 bulan dibagi
menjadi 6 kelompok secara random, masing-masing kelompok terdiri dari 7 ekor. Tikus-tikus tersebut diadaptasikan terlebih dahulu selama 1 minggu sebelum diberi perlakuan. Kelompok I, II, dan III diberi ekstrak etanol akar pasak bumi (E. longifolia Jack) dalam CMC-Na 0,5% dengan dosis berturut-turut 100 mg/ kg bb, 200 mg/ kg bb, 400 mg/ kg bb secara peroral setiap hari selama 14 hari sebelum induksi DMBA dan selama induksi DMBA dengan frekuensi pemberian DMBA sama dengan kelompok kontrol DMBA yaitu seminggu 2 kali selama 5 minggu. Kelompok IV merupakan kelompok kontrol DMBA yang dibuat model kanker otak dengan pemberian DMBA dalam corn oil dengan dosis 20 mg/kg bb secara peroral sebanyak 10 kali, yaitu seminggu 2 kali
selama 5 minggu. Selama 14 hari sebelumnya (2 minggu) tikus hanya mendapat pakan kontrol dan pelarut ekstrak yaitu CMC-Na. Kelompok V diberi corn oil seminggu 2 kali selama 5 minggu, kelompok ini merupakan kelompok kontrol corn oil yang merupakan pelarut DMBA. Selama 14 hari sebelumnya tikus hanya mendapat pakan kontrol dan pelarut ekstrak yaitu CMC-Na. Kelompok VI merupakan kelompok base line yang setiap hari hanya diberi minum dan pakan saja. Setelah pemberian DMBA yang terakhir semua tikus hanya diberi pakan dan minum hingga akhir pengamatan (kurang lebih selama 16 minggu).Pada akhir pengamatan dilakukan nekropsi terhadap hewan uji. Organ yang akan diperiksa difiksasi dengan larutan formalin 10%.

Analisis histopatologik dilakukan terhadap jaringan otak untuk mengetahui keadaan sitologinya serta tingkat keparahan tumor/ kanker yang terjadi. Analisis mikroskopis dilakukan dengan mengamati sifat karsinogenisitas seluler pada jaringan yang diperiksa. Adapun pembuatan preparat jaringan dilakukan di Balai Besar Veteriner Wates sesuai dengan Manual Standard Metoda Diagnosa Laboratorium Kesehatan Hewan tahun 1999. Pemeriksaan histopatologik dilakukan di bawah mikroskop binokuler di Laboratorium Diagnostik Fakultas Kedokteran Hewan UGM Yogyakarta. II.

Analisis Data

Evaluasi hasil uji antikarsinogenesis meliputi pengamatan makroskopis dan mikroskopis. Pengamatan makroskopis meliputi jumlah tikus yang masih hidup setelah diinduksi dengan DMBA, jumlah tikus yang terkena tumor, jumlah nodul tumor tiap tikus, dan ukuran tumor baik kelompok kontrol ataupun kelompok perlakuan. Pengamatan mikroskopis meliputi perubahan histologi organ otak dari hasil pengecatan Hematoxyline Eosine yang diamati secara deskriptif.


HASIL DAN PEMBAHASAN
I. Pengamatan Makroskopis
Pengamatan makroskopis meliputi jumlah tikus yang masih hidup setelah diinduksi dengan DMBA, jumlah tikus yang terkena tumor, jumlah nodul tumor tiap tikus, dan ukuran tumor baik kelompok kontrol ataupun kelompok perlakuan. Setelah minggu ke-23 tikus yang masih hidup pada masing-masing kelompok disajikan pada Tabel I.

Tabel I. Jumlah tikus yang masih hidup hingga minggu ke-23 pada masing-masing kalompok
perlakuan.
Kelompok Jumlah Tikus
Kelompok I (dosis 100 mg/ kg BB) 5
Kelompok II (dosis 200 mg/ kg BB) 6
Kelompok III (dosis 400 mg/ kg BB) 2
Kelompok IV (DMBA) 7
Kelompok V (Corn Oil) 7
Kelompok VI (Base Line) 7

Dilaporkan bahwa pemberian DMBA dalam corn oil dengan dosis 20 mg/kg BB secara
peroral sebanyak 10 kali, yaitu seminggu 2 kali selama 5 minggu pada kelompok DMBA,
insidensinya mencapai 100% dalam waktu 12 minggu setelah inisiasi terakhir DMBA (Meiyanto et al., 2007), namun pada penelitian ini hanya ditemukan 1 ekor tikus yang timbul nodul pada kontrol negatif yaitu pada kelompok yang hanya diinduksi DMBA saja. Hal ini karena dimungkinkan pada tahapan promosi bisa terjadi proses detoksifikasi karsinogen aktif menjadi produk yang mudah dimetabolisme menjadi produk yang tidak berbahaya, sehingga bisa tidak terbentuk kanke (Farombi, 2004).
Nodul yang timbul setelah pemberian DMBA pada beberapa tikus disajikan pada Tabel II

Tikus-tikus yang bernodul tersebut tidak dapat bertahan sehingga harus dikorbankan sebelum minggu ke-23. Salah satu nodul tikus dapat dilihat pada Gambar 1.

Tabel II. Letak serta ukuran nodul pada tikus setelah pemaparan DMBA.
Kelompok/ Tikus No. Letak Nodul Ukuran Nodul
Kelompok I (dosis 100 mg/ kg BB)/ no. 5 di leher diameter 0,4 cm
Kelompok II (dosis 200 mg/ kg BB)/ no. 3 di kaki kanan belakang P 3,3 ; l 1,9 cm
Kelompok II (dosis 200 mg/ kg BB)/ no. 6 di kaki kanan depan
P 3,76 cm; l 1,92 cm Kelompok IV (DMBA)/ no. 5 di dekat anus diameter 1,58 cm

Gambar 1. Gambar nodul pada tikus nomor 3 kelompok II yang diberi ekstrak etanol akar
pasak bumi (E. longifolia Jack) dosis 200mg/kg BB dan DMBA.

Nodul pada tikus-tikus pada penelitian ini justru tumbuh di bagian kaki, dekat anus, serta di leher, bukan di bagian puting tikus, hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu bahwa tikus betina mempunyai 6 puting dimana kelenjar payudaranya bercabang sepanjang milk line dari cervical (tengkuk) hingga inguinal(selangkangan), sehingga kanker biasa tumbuh di sepanjang milk line tersebut (Russo and Russo, 1996).

II. Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan antara kontrol
pelarut, kontrol sehat, kelompok perlakuan ekstrak etanol pasak bumi dengan berbagai dosis, dan kelompok kontrol negatif yang tidak dapat dilihat secara pengamatan makroskopis. Organ otak yang telah diawetkan lalu diproses dan dibuat dalam bentuk preparat organ. Preparat organ berupa potongan tipis organ yang akan terlihat transparan tanpa pewarnaan, maka untuk memudahkan pengamatan dilakukan pewarnaan dengan Hematoxilyne dan Eosin. Pemeriksaan histopatologik memperlihatkan bahwa preparat otak dari semua kelompok yang diambil sampelnya menunjukkan bahwa tidak ada perubahan patologis yang spesifik pada otak tikus tersebut, sel-selnya terlihat normal. Gambaran histopatologik otaknya dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Gambaran histopatologi serebrum otak normal yang ditunjukkan pada semua
kelompok perlakuan (Pengecatan H&E, perbesaran 40 x).

Metasasis kanker payudara biasanya didistribusikan dengan cepat ke berbagai organ
termasuk otak (Klein et al, 2009). Metastasis terjadi apabila sel-sel terlepas dari kanker induknya dan menyebar melalui sel darah atau saluran getah bening kebagian lain dari tubuh, misalnya sampai ke otak, dimana ia berhenti dan seterusnya tumbuh menjadi kanker baru dengan sifat-sifat yang sama seperti kanker induknya (Hoepoedio et al., 1985). Gambaran histologik dengan pengecatan H&E dapat menegakkan keberadaan nodul sebagai manifestasi tumor. Seperti terlihat pada Gambar 3, dimana terjadi inflamasi dan proliferasi di sekitar jaringan mammae pada tikus kelompok perlakuan maupun pada tikus kelompok kontrol DMBA (Normakiyah, 2009). Jaringan mammae tersebut berasal dari tikus yang sama dengan yang dipergunakan pada penelitian ini.

Peradangan jaringan payudara pada penelitian ini diduga dapat memicu metastasis ke
jaringan lainnya diantaranya adalah otak. Pemeriksaan histopatologik otak menunjukkan bahwa tidak terdapat perubahan patologis yang spesifik pada semua kelompok yang ditandai dengan tidak ditemukannya sel kanker payudara pada jaringan otak. Hasil tersebut menunjukkan bahwa belum terjadi metastasis otak yang berasal dari tumor/ kanker payudara tersebut. Underwood (1999) melaporkan bahwa sel tumor tidak dapat mencapai jalur metastasis sebelum membaran basalis kanker mengalami kerusakan. Menurut penelitian lainnya dilaporkan bahwa membran basalis kaya
kolagen tipe IV dan protein penyusun membran basalis diantaranya glikoprotein dan laminin. Degradasi kolagen membran basalis dapat disebabkan oleh enzim kolagenase IV (Terranova et al., 1982). Peningkatan fibronektin pada sel kanker terlibat dalam degradasi membran basalis. Fibronektin pada sel kanker akan berikatan dengan laminin pada membran basalis sehingga sel kanker akan mengekskresikan enzim kolagenase IV. Enzim kolagenase IV mampu melisiskan kolagen tipe IV yang merupakan penyusun membran basalis sehingga sel kanker mampu menembus membran basalis (David et al., 1994). Sel tumor yang bermetastasis akan melintasi batas organ dan dinding kapiler untuk membentuk koloni baru di tempat yang jauh dari kanker primernya (Terranova et al., 1982).

Kundu and Surh (2008) melaporkan bahwa inflamasi berimbas pada multi tahap
karsinogenesis. Spesies oksigen reaktif (ROS)/ spesies nitrogen reaktif (RNS) atau spesies reaktif lain yang dihasilkan dari adanya inflamasi dapat menyerang DNA dan menyebabkan mutasi pada onkogen/ gen penekan tumor atau perubahan genetik lain yang akan mengarah pada inisiasi karsinogenesis. Inflamasi juga berperan untuk promosi dan tahap perkembangan dengan menstimulasi proliferasi dan sel premalignant, peningkatan angiogenesis dan metastasis yang menghasilkan sel neoplastik yang resisten terhadap apoptosis.

Otak dilindungi oleh blood brain barrier yang terdiri dari sel endotelial serebral yang rapat dan bersifat impermeable, hanya dapat ditembus oleh larutan yang larut lemak, namun nutrien utama otak seperti glukosa, asam amino ditransport melalui difusi sederhana. Faktor-faktor yang diketahui mengganggu blood brain barrier diantaranya adalah radikal bebas dengan mengubah permeabilitas membran (Greenwood, 1991). Hidrokarbon aromatis polisiklik seperti 7,12-DMBA menunjukkan aktivitas radikal bebas yang berperan dalam proses karsinogenesis. Peran ini disertai oleh generasi spesies oksigen reaktif (Batcioglu et al, 2005) yang dapat menginduksi kerusakan DNA termasuk pada pelepasan untai DNA, modifikasi basa DNA, dan DNA cross-link sehingga dihasilkan kerusakan replikasi dan genom yang tidak stabil dan menginisiasi tumor, serta memodifikasi post-translasi protein dan mengganggu homeostasis seluler (Kundu and Surh, 2008).

Sebagian besar senyawa karsinogen seperti hidrokarbon aromatik polisiklik memerlukan
aktivasi oleh enzim sitokrom P450 membentuk intermediet yang reaktif sebelum berikatan dengan DNA. Ikatan kovalen antara DNA dengan senyawa karsinogen aktif menyebabkan kerusakan DNA. CYP1A1 biasanya memetabolisme senyawa-senyawa PAH, dimana salah satunya adalah DMBA (Zhai et al., 1998). DMBA dapat terikat kuat di sel endotelial yang dapat dilihat pada irisan tipis otak tikus dan pada sawar darah otak yang diinkubasi dengan DMBA (Granberg, 2003), selain itu DMBA dapat menyebabkan kerusakan pada otak yang berupa penurunan aktivitas dari enzim antioksidan (SOD, CAT, GSHPx, CA) dan peningkatan level MDA pada otak tikus (Batcioglu et al., 2005).

Pemberian ekstrak etanol akar pasak bumi (E. longifolia Jack) diharapkan mampu
menghambat timbulnya kanker akibat induksi dari DMBA karena mengandung banyak senyawa
bermanfaat seperti polifenol, kuasinoid, dan alkaloid (Kurniawati, 2009; Jiwajinda et al, 2002; Chan et al, 2004). Aktivitas kuasinoid terbesar sebagai anti kanker terdapat dalam 14,15- dihydroxyklaineanone (Jiwajinda et al., 2002). Mekanisme aksi kuasinoid dipercayai dapat menghambat sintesis protein dengan penghambatan dari aktivitas ribosomal peptidil transferase yang mengarah pada penghentian reaksi elongasi rantai pada sintesis protein, tetapi dapat juga terjadi setelah sintesis protein selesai. Mekanisme lain yang mungkin adalah pada cincin A enon merupakan sisi yang dapat berikatan dengan nukleofil biologis karena terdapat , unsaturated
carbonil (Guo et al., 2005). Flavonoid juga meningkatkan ekspresi enzim gluthation S-transferase (GST) yang dapat mendetoksifikasi karsinogen reaktif menjadi tidak reaktif dan lebih polar sehingga cepat dieliminasi dari tubuh. Selain itu, flavonoid juga dapat mengikat senyawa karsinogen sehingga dapat mencegah ikatan dengan DNA, RNA, atau protein target (Ren et al., 2003).

Pemberian DMBA dosis 20 mg/kg BB pada penelitian ini belum bisa menimbulkan
metastasis otak yang berasal dari kanker payudara, hal ini ditunjukkan melalui gambaran histopatologik otak tikus SD (Sprague Dawley) yang tidak terdapat perubahan patologis yang spesifik, sehingga pengaruh pemberian ekstrak etanol akar pasak bumi (E. longifolia Jack) belum bisa diketahui.

KESIMPULAN DAN SARAN
I. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa pemberian DMBA dengan dosis
20 mg/ kg BB dan ekstrak etanol akar pasak bumi (E. Longifolia Jack) tidak menimbulkan perubahan pada otak tikus betina galur Sprague Dawley.

II. Saran
Perlu dilakukan penelitian serupa dengan waktu pengamatan yang lebih lama untuk
melihat metastasis yang terjadi pada berbagai organ termasuk otak.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

nice..,mbak bisa saya minta gambar histopatologi otak tikus yg normal dengan sitasii lengkapnya?> terima kasih